Pengertian Piutang Tak Tertagih

piutang tak tertagih

Adanya transaksi secara kredit dapat menimbulkan adanya piutang ataupun hutang. Dalam pemberian piutang/hutang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi pelanggan untuk membeli barang/jasa yang dijual, tetapi di sisi lain dapat memberikan resiko kepada debitur/pemberi hutang. Resiko tersebut dapat berupa adanya pembayaran mundur atau bahkan adanya piutang tidak tertagih. Hal tersebut dapat terjadi ketika pelanggan atau kreditur tersebut memiliki kendala sehingga mereka tidak dapat membayar hutang mereka. Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai piutang tak tertagih.

Penjualan secara kredit atau memberikan tempo pembayaran tersebut biasanya diklasifikasikan sebagai piutang usaha. Pada prinsipnya, pembebanan piutang tak tertagih dalam laporan laba/rugi perusahaan diperbolehkan baik secara akuntansi maupun secara fiskal. Namun, wajib pajak perlu memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi secara fiskal untuk menghindari dilakukannya koreksi fiskal oleh otoritas pajak atas pembebanan piutang tak tertagih ini.

Merujuk pada Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 36/2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 17 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), ‘piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih’ dapat menjadi biaya yang mengurangi penghasilan bruto (deductible expensesepanjang memenuhi syarat.

Piutang tak tertagih adalah istilah yang digunakan secara umum, sementara istilah yang digunakan oleh UU PPh adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Secara definisi, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh wajib pajak. Definisi itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas PMK No.105/PMK.03/2009 tentang piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Berdasarkan PMK tersebut, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan, industri, dagang, dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak. Dari sisi cakupannya, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan wajib pajak.

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi agar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih boleh dibebankan sebagai biaya, antara lain sebagai berikut:

  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
  2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Ditjen Pajak berbentuk hard copydan soft copy
  3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:
    • Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara
    • Terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut
    • Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus
    • Adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Dari ketentuan syarat di atas, dapat disimpulkan bahwa syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh wajib pajak ialah pada syarat pertama (1) dan kedua (2). Selain itu, wajib pajak juga harus memenuhi syarat ketiga (3) dengan memiliki salah satunya.

Tata Cara Penyampaian Daftar Piutang Tak Tertagih

Berdasarkan Pasal 4 PMK 207/2015, daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Ditjen Pajak harus melampirkan daftar nominatif yang mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Selain itu, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50 juta, baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur, dikecualikan dari keharusan mencantumkan identitas debitur berupa NPWP.

Lebih lanjut, daftar tersebut juga diberikan lampiran:

  1. Fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara
  2. Fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris
  3. Fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus
  4. Surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.

Daftar dan lampiran di atas harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) tahunan.

Ketentuan Pasal 5A PMK 57/2009 jo PMK 207/2015 adalah salah satu ketentuan lainnya yang perlu diperhatikan dalam membiayakan beban piutang tak tertagih. Berdasarkan pasal tersebut, apabila piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian oleh debitur maka jumlah piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pembayaran.

Untuk membantu Anda dalam mengelola piutang perusahaan, Krishand Software menyediakan software Krishand Account Receivable. Dengan Krishand Account Receivable Anda dapat mengelola daftar pelanggan, transaksi piutang, saldo piutang, hingga kartu piutang. Untuk mengetahui program-program krishand Anda dapat mengunjungi website kami dengan klik Krishand Software. Demikian Artikel mengenai piutang tak tertagih, semoga bermanfaat 

JP1220