Payung Hukum Baru Pajak

Payung Hukum Baru Pajak

Adanya perlambatan ekonomi dan stagnansi perekonomian Indonesia, (bersumber dari pajak.go.id) Pemerintah melalui Kementerian Keuangan khususnya Ditjen Pajak sedang merancang suatu perangkat Undang-undang (UU) perpajakan untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus atau dikenal dengan istilah Omnibus Law. Rancangan payung hukum baru pajak ini tidak akan mengganggu proses revisi UU KUP, UU PPh, dan UU PPN yang juga tetap dilaksananakan secara komprehensif.

5 tujuan dasar rancangan payung hukum baru, yaitu:

  1. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor
  2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
  3. Meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat WNA untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi peningkatan kualitas SDM Indonesia
  4. Mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak
  5. Menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri.

Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diusahakan dengan meningkatkan pendanaan investasi, penerapan sistem pajak yang lebih baik, dan menempatkan fasilitas ke dalam UU Pajak.

Peningkatan pendanaan investasi dilakukan dengan pengaturan tarif PPh, yaitu

  1. Dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara bertahap dari 25% menjadi 22% di Tahun Pajak 2021 dan Tahun Pajak 2022 serta menjadi 20% mulai Tahun Pajak 2023,
  2. Pengurangan tarif PPh Badan Wajib Pajak Go Publicyang baru terdaftar di bursa sebesar 3% lebih rendah dari tarif normal dan berlaku selama 5 tahun.
  3. Dengan penghapusan PPh atas dividen dari dalam negeri dan luar negeri.

Adapun penempatan fasilitas ke dalam UU Pajak direncanakan dengan:

  1. Pengurangan/ pembebasan PPh (tax holiday)
  2. Pengurangan penghasilan bruto (super deduction)
  3. Pemberian fasilitas PPh di kawasan ekonomi khusus
  4. PPh atas Surat Berharga Negara (SBN) di pasar internasional.

Untuk mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela diupayakan dengan relaksasi ketentuan Pajak Masukan (PM) yang dapat dikreditkan yang saat ini belum bisa dikreditkan. PM yang direlaksasikan meliputi :

  1. PM perolehan BKP/JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP dapat dikreditkan sesuai bukti Faktur Pajak yang dimiliki
  2. PM tidak dilapor di SPT dan ditemukan saat pemeriksaan dapat dikreditkan sesuai bukti Faktur Pajak yang dimiliki
  3. PM ditagih dengan ketetapan pajak dapat dikreditkan sebesar pokok pajak, serta
  4. PM perolehan BKP/JKP sebelum PKP melakukan penyerahan terutang PPN dapat dikreditkan sepanjang terdapat lebih bayar di suatu masa pajak. Lebih bayar dikompensasi ke masa berikutnya dan dapat dimintakan restitusi di akhir tahun buku.

Peningkatan kepatuhan wajib pajak secara sukarela diupayakan pula dengan pengaturan ulang sanksi administratif perpajakan meliputi:

  1. Sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan SPT Tahunan dan SPT Masa yang sekarang 2% per bulan dari pajak kurang dibayar menjadi (suku bunga acuan + 5%)/ 12. Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan Menkeu;
  2. Sanksi bunga atas kekurangan bayar karena penetapan (SKP) yang sekarang 2% per bulan dari pajak kurang dibayar menjadi sanksi per bulan = (suku bunga acuan + 10% ) / 12 Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan Menkeu;
  3. Sanksi denda bagi PKP yang tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tidak tepat waktu yang sekarang 2% menjadi 1% dari Dasar Pengenaan Pajak.
  4. Sanksi denda bagi Pengusaha yang tidak lapor usaha untuk dikukuhkan menjadi Pengusahan Kena Pajak (PKP)  yang saat ini  tidak ada sanksi administratif  menjadi 1% dari Dasar Pengenaan Pajak. Hal ini untuk kesetaraan dengan Pengusaha Kena pajak (PKP) yang tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tidak tepat waktu.

Payung hukum pajak baru tersebut juga diharapkan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri dengan pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik.

Untuk itu perlu adanya level playing field* pemajakan atas transaksi perdagangan konvensional dan elektronik di tingkat:

  1. Pemungutan dan penyetoran PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa
  2. Pengenaan pajak atas penghasilan terkait dengan transaksi elektronik yang dilakukan di Indonesia oleh Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang tidak memiliki physical presencedi Indonesia.

Untuk membantu Anda dalam proses penghitungan atau pengelolaan pajak, Anda dapat menggunakan beberapa program dari Krishand Software. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai program-program dari krishand Anda dapat klik Krishand Software. Demikian artikel mengenai payung hukum baru pajak, semoga bermanfaat. 😊

(JP1120)

 

*)level playing field merupakan suatu konsep tentang keadilan, yang tidak berarti setiap pemain memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil, tetapi mereka bermain dengan seperangkat aturan yang sama. Karena persaingan muncul tidak dari perusahaan sejenis maka ada kesulitan untuk menerapkan aturan yang sama. Sehingga Pemerintah harus menerima (embrace) fenomena perubahan besar yang terjadi karena beberapa hal.