Prosedur Dan Tata Cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja atau yang lebih dikenal dengan istilah PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. PHK bisa terjadi karena pemberhentian dari perusahaan, adanya pengunduran diri dari pekerja, berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu, sudah mencapai usai pensiun dan pekerja meninggal dunia.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah diatur bagaimana prosedur dan tata cara Pemutusan Hubungan Kerja yang harus ditaati oleh pengusaha dan pekerja.

Alasan Terjadinya PHK

Pemutusan Hubungan Kerja dapat terjadi karena alasan:

  1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.
  2. Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian.
  3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.
  4. Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure).
  5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang.
  6. Perusahaan pailit.
  7. Adanya permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut:
  8. Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja/buruh.
  9. Membujuk atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
  10. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih, meskipun pengusaha membayar upah secara tepat waktu sesudah itu.
  11. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh.
  12. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan.
  13. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
  14. Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan Pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada nomor 7 terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja/buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja.
  15. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat:
  16. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri.
  17. Tidak terikat dalam ikatan dinas. dan
  18. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.
  19. Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.
  20. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  21. Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
  22. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
  23. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun atau pekerja/buruh meninggal dunia.

Yang Harus Dilakukan Pengusaha Sebelum dan Sesudah PHK

Pada Pasal 151 disebutkan bahwa pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Jika PHK tidak dapat terhindari, pengusaha wajib memberitahukan maksud dan alasan dari PHK tersebut kepada pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh di dalam perusahaan apabila pekerja/buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari serikat pekerja/serikat buruh.

Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan serikatnya paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja. Jika PHK dilakukan masa percobaan, maka surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.

Jika pekerja/buruh tidak menolak atas PHK yang diterima, maka pengusaha harus melaporkan PHK kepada kementerian ketenagakerjaan dan/atau dinas ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota. Jika pekerja menolak, pekerja harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.

Apabila dalam PHK pekerja menolak atau terjadi perbedaan pendapat, maka harus ada penyelesaian melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja. Jika perundingan tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Batalnya PHK Di Mata Hukum

Pada pasal 153 UU Cipta Kerja  disebutkan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan:

  1. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
  2. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
  4. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
  5. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.
  6. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  7. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.
  8. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. dan
  9. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Hak Akibat PHK

Jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, pekerja/buruh berhak mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Uang penggantian hak meliputi cuti yang belum diambil, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat asal dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Ketentuan mengenai pemberian dan besaran uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(AK-2107)