Perbedaan Pembukuan dan Pencatatan

pembukuan dan pencatatan

Banyak orang menganggap antara pembukuan dan pencatatan merupakan 2 hal yang sama. Pada kenyataannya dalam Kitab Undang-undang Pajak/KUP, antara pembukuan dan pencatatan merupakan dua hal yang berbeda. Proses pembukuan maupun pencatatan merupakan kegiatan utama dalam akuntansi komersial. Dari sisi pajak, pembukuan dan pencatatan ini menjadi suatu hal yang krusial karena apa yang dibukukan/dicatat akan menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung besarnya pajak yang terutang. Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai perbedaan antara pembukuan dan pencatatan.

Pengertian Pembukuan dan Pencatatan

Pada pasal 1 butir 29 (29) UU KUP, diartikan bahwa Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

Sedangkan Pencatatan pada pasal 28 ayat (9) UU KUP terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.

Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan dan Pencatatan

Pada prinsipnya wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP).

Namun, kewajiban pembukuan itu dikecualikan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 28 ayat 2 UU KUP. Wajib pajak yang dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah bruto dalam setahun kurang dari Rp 4,8 miliar.

Sebagai penggantinya, wajib pajak dengan kriteria di atas tetap wajib melakukan pencatatan. Kewajiban pencatatan ini juga berlaku bagi wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan

  1. Wajib Pajak (WP) Badan
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali WPOP yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).

Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan

  1. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan
  2. Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Persyaratan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan

Dalam menjalankan Pembukuan dan Pencatatan tentu tidak terlepas dari aturan-aturan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Maka, terdapat beberapa persyaratan penting yang harus dipenuhi bagi WP yang menjalankan Pembukuan maupun Pencatatan.

Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan

  1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. (Pasal 28 ayat (3) UU KUP)
  2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. (Pasal 28 ayat (4) UU KUP)
  3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. (Pasal 28 UU ayat (5) UU KUP
  4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. (Pasal 28 ayat (8) UU KUP). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2007 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 1/PMK.03/2015, bahasa asing yang diperkenankan adalah bahasa Inggris dengan mata uang asing yang dikenankan adalah dolar AS. Ketentuan lebih lanjut tentang permohonan izin/pemberitahuan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER – 23/PJ/2015.
  5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU KUP)

Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan

  1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
  2. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh
  3. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. (Pasal 28 ayat (9) UU KUP)
  4. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan
  5. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.

Demikian artikel mengenai pembukuan dan pencatatan, untuk mengetahui artikel menarik lainnya Anda bisa buka link kami dengan klik blog Krishand. Untuk mengetahui program-program akuntansi dan pajak yang dapat membantu Anda dalam membuat pembukuan atau pencatatan Anda dapat buka website kami dengan klik Krishand Software. Semoga bermanfaat .

JP2103