Penjelasan Lengkap Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengenai penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja/buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Berdasarkan peraturan ini, pemerintah memberikan jaminan sosial kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK dalam bentuk uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja melalui program JKP yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan seperti yang pernah dibahas pada artikel sebelumnya (baca: Jaminan Kehilangan Pekerjaan)

Syarat Kepesertaan

  1. Sudah diikutsertakan maupun yang baru didaftarkan.
  2. Pekerja/buruh merupakan warga negara Indonesia (WNI)
  3. Belum mencapai 54 tahun saat mendaftar
  4. Punya hubungan kerja dengan pengusaha.

Syarat tambahannya, pekerja/buruh pada usaha besar dan menengah juga harus mengikuti program dari BPJS Ketenagakerjaan:

  1. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
  2. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja)
  3. JHT (Jaminan Hari Tua)
  4. JP (Jaminan Pensiun)
  5. JKM (Jaminan Kematian)

Sementara pekerja/buruh di usaha mikro dan kecil sekurang-kurangnya ikut program JKN, JKK, JHT, dan JKM.

Cara Daftar Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Pekerja/buruh yang telah ikut berbagai program jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan akan secara otomatis menjadi peserta program JKP begitu PP 37/2021 diundangkan dan berlaku. BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan bukti kepesertaan ke pekerja/buruh dan sertifikat kepesertaan ke pengusaha.

Iuran Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Iuran program JKP wajib dibayar setiap bulan sebesar 0,46 persen dari upah bulanan pekerja/buruh. Sekitar 0,22 persen dari jumlah iuran akan dibayar oleh pemerintah.

Sisanya, dibayar oleh sumber pendanaan JKP yang merupakan rekomposisi dari iuran program JKK dan JKM yang sebelumnya sudah ada dan berlaku di BPJS Ketenagakerjaan. Iuran JKK direkomposisi 0,14 persen dan iuran JKM 0,1 persen dari upah sebulan.

Rekomposisi iuran JKK merujuk pada tingkat risiko yang terdiri dari lima kategori:

  1. Pertama, tingkat risiko sangat rendah 0,1 persen dari upah.
  2. Kedua, risiko rendah 0,4 persen.
  3. Ketiga, risiko sedang 0,75 persen.
  4. Keempat, risiko tinggi 1,13 persen.
  5. Kelima,risiko sangat tinggi 1,6 persen dari upah sebulan.

Sementara rekomposisi iuran JKM direkomposisi sebesar 0,1 persen menjadi 0,2 persen.

Dasar Upah Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran merupakan upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas upah. Batas atas upah untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp5 juta.

Bila upah di atas batas atas, maka standar penghitungan upah yang digunakan tetap sebesar batas atasnya, yaitu Rp5 juta. Upah yang jadi perhitungan terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Namun bila perusahaan tidak menyertakan perhitungan tunjangan, maka cuma upah pokok yang jadi perhitungan iuran.

Nantinya, besaran iuran dan batas atas upah akan dievaluasi berkala setiap dua tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria. Evaluasi oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan, keuangan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), lalu ditetapkan di peraturan pemerintah.

Tata Cara Bayar

Pembayaran dilakukan ke BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan data kepesertaan yang terintegrasi dengan data BPJS Ketenagakerjaan. Pembayaran dilakukan sesuai bulan pelunasan iuran.

Bila proses rekomposisi iuran mengalami keterlambatan, maka pemerintah pusat tidak membayarkan iuran.

Manfaat JKP

Manfaat diberikan ke peserta yang mengalami PHK untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu maupun tidak tertentu asal peserta mau bekerja lagi di tempat lain setelah pemutusan. Manfaat bisa diambil bila peserta sudah menyelesaikan iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan atau setidaknya sudah membayar iuran enam bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK.

Manfaat JKP tak bisa diterima pekerja/buruh bila:

  1. Mengundurkan diri sendiri
  2. Cacat total tetap
  3. Pensiun
  4. Meninggal dunia.

Pekerja/buruh akan langsung menerima manfaat program bila sudah di-PHK sebelum kontrak perjanjian kerja selesai.

Selanjutnya, manfaat diberikan dalam tiga bentuk.

  1. Pertama, uang tunai paling banyak enam bulan yang diberikan setiap bulan. Terbagi atas 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.
  2. Kedua, manfaat dalam bentuk akses informasi pasar kerja berupa informasi dan bimbingan jabatan oleh petugas antarkerja melalui sistem informasi ketenagakerjaan. Informasi pasar kerja berupa lowongan, sedangkan bimbingan dalam bentuk asesmen atau konseling karir.
  3. Ketiga, manfaat pelatihan kerja. Manfaat diberikan secara online maupun offline melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan yang sudah terverifikasi oleh sistem informasi ketenagakerjaan.

Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk uji kompetensi yang berlisensi dari badan nasional sertifikasi profesi. Manfaat ini dilaksanakan oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan.

Syarat Pencairan JKP

Syarat pencairan manfaat, yaitu

  1. Bukti diterimanya PHK oleh pekerja/buruh
  2. Tanda terima lapor PHK dari dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota
  3. Perjanjian bersama yang telah didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial
  4. Akta bukti pendaftaran perjanjian bersama
  5. Hingga petikan putusan pengadilan.

Lain-lain

Bila pengusaha tidak mendaftarkan pekerja/buruh ke program JKP tapi melakukan PHK, maka pengusaha wajib memenuhi hak manfaat uang tunai sesuai perhitungan program JKP secara sekaligus. Begitu juga dengan memberi manfaat pelatihan kerja.

Aturan ini bisa dikecualikan bila pengusaha merupakan usaha mikro. Hak atas manfaat JKP tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita.

Aturan lain menyebutkan pengusaha yang menunggak iuran sampai tiga bulan berturut-turut lalu terjadi PHK, maka BPJS Ketenagakerjaan tetap wajib membayar manfaat uang tunai kepada pekerja/buruh. Ketika pembayaran manfaat selesai, pengusaha wajib lunasi tunggakan iurannya.

Bila iuran yang seharusnya dibayar pengusaha sudah ditunggak lebih dari tiga bulan, maka pengusaha wajib membayar terlebih dahulu manfaat uang tunai ke pekerja/buruh. Ketika kewajiban sudah dibayar semua, baru pengusaha bisa meminta penggantian manfaat ke BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan paling lama tiga bulan setelah pengusaha melunasi hak pekerja/buruh.

Hak atas manfaat JKP hilang bila pekerja/buruh tidak mengajukan permohonan klaim manfaat selama tiga bulan sejak PHK, telah mendapatkan pekerjaan, atau meninggal dunia.