Relaksasi BPJS Ketenagakerjaan Hingga 99%

Iuran BPJS

Pemerintah akhirnya memberi kelonggaran iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pelonggaran tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Selama Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). PP yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 31 Agustus 2020 tersebut berlaku mulai 1 September 2020. Kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka meringankan ekonomi di tengah tekanan pandemi virus corona atau covid-19.

Pemerintah memberikan penyesuaian iuran bagi pemberi kerja, peserta penerima upah, dan peserta bukan penerima upah. ā€¯Penyesuaian iuran berupa kelonggaran batas waktu pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), iuran Jaminan Kematian (JKM), iuran Jaminan Hari Tua (JHT), dan iuran Jaminan Pensin (JP) setiap bulan, keringanan iuran JKK dan iuran JKM, serta penundaan pembayaran sebagian iuran JP,” terang Jokowi dalam Pasal 3 ayat 2 di PP tersebut, dikutip Senin 7 September 2020.

Iuran BPJS

Untuk iuran JKK dan JKM dalam pasal 5 tertulis, keringanan diberikan sebesar 99 persen sehingga iuran JKK dan JKM menjadi satu persen sebagaimana dimaksud dalam PP Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Perubahan tarif BPJS TK yang berlaku dalam PP Nomor 49 Tahun 2020 antara lain sebagai berikut :

a. Untuk Jaminan Kecelakaan Kerja

1. Peserta penerima upah

  • Tingkat risiko sangat rendah, sebelumnya 0,24% menjadi 0,0024% dari upah sebulan.
  • Tingkat risiko rendah, sebelumnya 0,54% menjadi 0,0054% dari upah sebulan.
  • Tingkat risiko sedang, sebelumnya 0,89% menjadi 0,0089% dari upah sebulan.
  • Tingkat risiko tinggi, sebelumnya 1,27% menjadi 0,0127% dari upah sebulan.
  • Tingkat risiko sangat tinggi, sebelumnya 1,74% menjadi 0,0174% dari upah sebulan.

2. Peserta bukan penerima upah

Untuk perhitungan ini, iurannya sebesar 1% dari iuran nominal peserta. Hal ini berlaku juga untuk pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu yang bekerja pada pemberi kerja di usaha jasa konstruksi, yang sebelumnya 1,74% menjadi 0,0174% dari upah sebulan. Kemudian, untuk iuran JKK bagi pekerja yang tidak diketahui upahnya, maka besar iuran JKK dihitung berdasarkan nilai kontrak kerja konstruksi.

b. Untuk Jaminan Kematian

1. Peserta penerima upah

Untuk perhitungan ini, yang sebelumnya 0,3% menjadi 0,003% dari upah sebulan.

2. Peserta bukan penerima upah

Untuk perhitungan ini, yang sebelumnya Rp 6.800 menjadi Rp 68 per bulan (1% dari iuran nominal peserta). Formula ini juga berlaku untuk pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu.

c. Untuk Jaminan Pensiun

Selain itu, relaksasi penundaan pembayaran sebagian iuran Jaminan Pensiun dalam pasal 17 tertulis Pemberi Kerja wajib memungut iuran JP dari pekerja yaitu sebesar satu persen dari upah pekerja. Sementara, iuran Jaminan Pensiun yang menjadi kewajiban Pemberi Kerja untuk disetorkan yakni sebesar 2 persen dari upah pekerja kepada BPJS Ketenagakerjaan. “Sebagian iuran JP sisanya yaitu sebesar 99 persen dari iuran JP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan penundaan pembayaran sebagian Iuran JP, yang pelunasannya sekaligus atau bertahap dimulai paling lambat tanggal 15 Mei 2021 dan diselesaikan paling lambat tanggal 15 April 2022,” demikian isi dari beleid itu.

Hanya saja, seluruh keringanan ini baru bisa didapat bila pemberi kerja, peserta penerima upah, dan peserta bukan penerima upah tertentu terdaftar dalam keikutsertaan program BPJS sebelum Agustus 2020 dan sudah melunasi iuran sampai Juli 2020.