Mulai Agustus Wajib Menggunakan e-Bupot

wajib menggunakan e-Bupot

Mulai bulan Agustus 2020 semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia sebagai Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26 diharuskan membuat bukti pemotongan dan wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 menggunakan e-bupot. Kebijakan tersebut tertuang dalam KEP-269/PJ/2020 yang di tetapkan pada 10 Juli 2020.

Sebenarnya aturan mengenai e-bupot 23/26 sudah ditetapkan sejak 31 Maret 2017 melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2017, namun aturan tersebut belum diakomodasi dengan aplikasi e-bupot 23/26 itu sendiri, sehingga untuk pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 menggunakan aplikasi e-bupot 23/26 belum dapat terealisasikan bagi seluruh wajib pajak. Pada September 2017 e-bupot  mulai di realisasikan bertahap untuk PKP tertentu.

Lalu apakah aplikasi e-bupot itu ?

E-bupot merupakan aplikasi resmi yang tersedia di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26, dan menyampaikan SPT Masa PPh dari kedua Pajak Penghasilan tersebut dalam bentuk dokumen elektronik.

Manfaat e-Bupot

  1. Tampilan yang user friendly
  2. Tanpa proses instalasi
  3. Berbasis web sehingga mobile friendly
  4. Meringankan beban administrasi
  5. Keamanan data terjamin, karena data tersimpan di server DJP
  6. Single account, cukup dengan akun DJP online

Yang Wajib Menggunakan e-Bupot

  • PKP yang menerbitkan lebih dari 20 (dua puluh) Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam 1 (satu) Masa Pajak wajib menggunakan e-Bupot.
  • Jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan Pajak Penghasilan lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dalam satu bukti pemotongan wajib menggunakan e-Bupot.
  • Sudah pernah menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik; dan/atau
  • Terdaftar di KPP dan memiliki sertifikat elektronik.

Namun dengan adanya ketentuan terbaru, mulai bulan Agustus 2020 PKP yang menerbitkan bukti potong kurang dari 20 tetap wajib mengunakan e-bupot.

Tahapan Implementasi

Implementasi aplikasi e-Bupot kepada para Pengusaha Kena Pajak dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu:

1. Tahap I

Tahap awal penerapan e-bupot dimulai dari masa pajak September 2017 yang terbatas pada 15 perusahaan yang ditunjuk. KEP-178/PJ/2017

2. Tahap II

Tahap II dimulai  dari masa pajak Juli 2018 dengan jumlah PKP yang ditunjuk sebanyak 153 perusahaan. KEP-178/PJ/2018

3. Tahap III

Tahap III dimulai dari masa pajak Mei 2019 dengan jumlah PKP yang ditunjuk sebanyak 1.745 perusahaan. KEP-425/PJ/2019

4. Tahap IV

Tahap IV dimulai  dari masa pajak Oktober 2019 yang berlaku bagi PKP yang memiliki sertifikat elektronik dan terdaftar di KPP WP Besar Satu sd KPP WP Besar Empat, KPP PMA Satu sd KPP PMA Enam, KPP Perusahaan Masuk Bursa, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Minyak dan Gas Bumi, KPP Madya Jakarta Pusat, KPP Madya Jakarta Barat, KPP Madya Jakarta Selatan I, KPP Madya Jakarta Timur, dan KPP Madya Jakarta Utara. KEP-599/PJ/2019

5. Tahap V

Tahap V dimulai  dari masa pajak Desember 2019 berlaku bagi PKP yang memiliki sertifikat elektronik dan terdaftar di KPP Madya Medan, KPP Madya Pekanbaru, KPP Madya Batam, KPP Madya Palembang, KPP Madya Bekasi, KPP Madya Bogor, KPP Madya Tangerang, KPP Madya Bandung, KPP Madya Semarang, KPP Madya Surabaya, KPP Madya Sidoarjo, KPP Madya Malang, KPP Madya Denpasar, KPP Madya Balikpapan, dan KPP Madya Makassar. KEP-652/PJ/2019

6. Tahap VI

Tahap VI dimulai dari masa pajak Agustus 2020 berlaku pada Wajib Pajak yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh  Indonesia. KEP-269/PJ/2020

Tata Cara Penerbitan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26

  1. Standarisasi penomoran bukti pemotongan.
  2. Penomoran bukti potong diberikan secara berurutan yang dihasilkan oleh sistem.
  3. Penomoran atas formulir kertas terpisah dengan dokumen elektronik.
  4. Nomor tidak berubah apabila terjadi pembetulan/pembatalan.
  5. Nomor tidak tersentralisasi (nomor dibuat masing-masing jika pemotong pajak mempunyai cabang).
  6. Mencantumkan NPWP atau NIK (jika tidak memiliki NPWP).
  7. Mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas (SKB).
  8. Mencantumkan tanggal pengesahan Surat Keterangan Domisili (SKD).
  9. Menandatangani Bukti Pemotongan (dalam hal menggunakan Aplikasi e-Bupot 23/26 berupa Tanda Tangan Elektronik yang melekat pada Sertifikat Digital).
  10. Satu Bukti Pemotongan untuk satu Wajib Pajak, satu kode objek pajak, dan satu Masa Pajak.

Jenis Bukti Pemotongan

  1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Bukti Pemotongan PPh Pasal 26

Yaitu formulir atau dokumen lain yang dipersamakan yang digunakan oleh pemotong pajak sebagai bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 dan pertanggungjawaban atas pemotongan pajak penghasilan tersebut yang dilakukan.

  1. Bukti Pemotongan Pembetulan

Yaitu bukti pemotongan yang dibuat untuk membetulkan kekeliruan dalam pengisian bukti pemotongan yang telah dibuat sebelumnya.

Ketentuan Pembetulan :

  • Pembetulan dapat dilakukan atas setiap bagian pada bukti pemotongan, kecuali untuk nomor bukti pemotongan.
  • Nomor yang dicantumkan adalah sama dengan nomor pada bukti pemotongan sebelum dibetulkan.
  • Pemotong Pajak harus mengisi tanggal sesuai tanggal diterbitkannya bukti pemotongan pembetulan.
  • Pemotong Pajak harus melampirkan bukti pemotongan yang dibetulkan dengan bukti pemotongan pembetulan untuk selanjutnya dilampirkan dalam SPT pembetulan
  1. Bukti Pemotongan Pembatalan

Yaitu bukti pemotongan yang dibuat untuk membatalkan bukti pemotongan yang telah dibuat sebelumnya karena adanya pembatalan transaksi.

Ketentuan Pembatalan :

  • Pembatalan bukti pemotongan dapat dilakukan dalam hal transaksi yang terutang PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 ternyata dibatalkan
  • Nomor yang dicantumkan dalam Bukti Pemotongan pembatalan adalah sama dengan nomor pada Bukti Pemotongan sebelum dibatalkan.
  • Pemotong Pajak harus mengisi kolom “Jumlah Penghasilan Bruto” dan kolom “PPh yang Dipotong” dengan nilai NOL (“0”). Selain kedua kolom tersebut, kolom diisi dengan data sebagaimana terdapat pada bukti pemotongan yang dibatalkan.
  • Pemotong Pajak harus mengisi tanggal sesuai tanggal diterbitkannya bukti pemotongan pembatalan
  • Pemotong Pajak harus melampirkan bukti pemotongan yang dibatalkan dengan bukti pemotongan pembatalan untuk selanjutnya dilampirkan dalam SPT pembetulan, apabila SPT pembetulan tersebut dilakukan dengan menggunakan dokumen kertas (hard copy)

(AK-2009)