Pengertian Dwelling Time

Dwelling TimeSeperti yang sudah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara maritim atau kepulauan yang 62% luasnya merupakan laut atau perairan. Selain itu, Indonesia juga memiliki letak strategis jika ditinjau secara geografis karena berada di jalur perdagangan global. Tentunya kondisi Indonesia yang seperti inilah yang memberikan fungsi transportasi laut atau perairan menjadi sangat vital dan pemerintah sebagai regulator harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik untuk setiap pelabuhan yang ada. Dalam menentukan parameter performa pelayanan pelabuhan, salah satu tolak ukur yang sering digunakan adalah dwelling time. Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai apa itu dwelling time dan bagaimana ketentuan yang ada di dalamnya.

Menurut World Bank, dwelling time merupakan waktu yang dihitung mulai dari suatu peti kemas (kontainer) dibongkar muat dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti kemas tersebut meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama. Selain itu, Manalytics juga mengemukakan bahwa dwelling time merupakan waktu rata-rata sebuah peti kemas berada di terminal pelabuhan dan menunggu aktivitas selanjutnya berlangsung. Jika melihat dari Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai No. SE-04/BC/2017, dwelling time merupakan waktu yang diperlukan oleh suatu peti kemas mulai dari proses penimbunan sampai dengan keluar kawasan pelabuhan (get out).

Secara umum, proses yang menentukan lamanya dwelling time di pelabuhan terbagi atas tiga tahap, yaitu :

  1. Pre-customs clearance merupakan waktu yang diperlukan sejak peti kemas dibongkar dari kapal sampai dengan pemberitahuan pabean impor mendapatkan nomor pendaftaran. Hal yang termasuk dalam tahap pre-customs clearance adalah proses peletakan peti kemas di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di pelabuhan dan penyiapan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
  2. Customs clearance merupakan waktu yang dibutuhkan sejak pemberitahuan pabean impor mendapatkan nomor pendaftaran sampai dengan diterbitkannya Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Hal yang termasuk dalam tahap customs clearance adalah proses pemeriksaan fisik peti kemas (khusus untuk jalur merah), verifikasi dokumen-dokumen oleh Bea Cukai, dan pengeluaran SPPB.
  3. Post-customs clearance merupakan waktu yang dibutuhkan sejak persetujuan pengeluaran barang sampai dengan pengeluaran barang impor dari TPS. Hal yang termasuk dalam tahap post-customs clearance adalah saat peti kemas diangkut ke luar kawasan pelabuhan dan pihak pemilik peti kemas melakukan pembayaran ke operator pelabuhan.

Dalam hal ini, Ditjen Bea Cukai (DJBC) menegaskan bahwa pihaknya terus memaksimalkan penurunan durasi dwelling time atau bongkar muat peti kemas di setiap pelabuhan yang ada di Indonesia seiring dengan menerapkan kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE). Selain itu, terdapat juga penerapan Single Submission (SSm) dan joint inspection pabean-karantina yang mendukung penurunan durasi dwelling time. Jika penerapan kebijakan ini berhasil dan menunjukkan efisiensi waktu dwelling time, maka akan terdapat efisiensi biaya yang terjadi, seperti biaya parkir kontainer dan lain-lain.

Saat ini Krishand Software hadir menyediakan beberapa program yang dapat mempermudah pekerjaan Anda dalam hal perpajakan, akuntansi, inventory, dan penjualan. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Krishand di nomor 021-7363764 atau WA 08567819191.