Apa itu Penagihan Seketika dan Sekaligus?

Penagihan Seketika dan SekaligusKita sudah mengetahui bahwa Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak yang berasaskan self assessment, dimana negara memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam hal perhitungan, pembayaran dan pelaporan sendiri kewajiban perpajakannya. Untuk penjelasan lebih lengkapnya, Anda dapat membuka artikel Cara Pemungutan Pajak di Indonesia. Meskipun negara memberikan keleluasaan dalam kewajiban perpajakan, tetap saja Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan pembinaan, penelitian, pengawasan dan pelayanan untuk hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan guna mengawasi kewajiban pajak sudah berjalan sesuai dengan ketentuan yang diatur.

Berdasarkan penjelasan di atas, jika wajib pajak ketahuan tidak memenuhi atau menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik, maka DJP akan mengambil langkah tegas, salah satunya melalui penagihan pajak. Penagihan pajak di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu :

  • Penagihan Pasif (Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP))
  • Penagihan Aktif (Surat Paksa dan Penagihan Seketika & Sekaligus)

Pada pembahasan kali ini, kita akan membahas bagaimana mekanisme Penagihan Seketika & Sekaligus berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pengertian Penagihan Seketika dan Sekaligus

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Pelaksanaan Penagihan Seketika Dan Sekaligus disebutkan bahwa Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Tentunya bentuk penagihan seperti ini berbeda dengan penagihan yang menggunakan surat paksa. Apabila menggunakan surat paksa, surat paksa baru dapat diterbitkan setelah 21 hari sejak disampaikannya surat teguran. Sedangkan penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan walaupun belum melewati tanggal jatuh tempo pembayaran. Selain itu, bentuk penagihan ini dapat dilakukan tanpa melalui surat teguran atau surat paksa.

Persyaratan Melakukan Penagihan Seketika dan Sekaligus

Dengan menerapkan bentuk penagihan seperti ini, DJP tidak sewenang-wenang melakukan penagihan dengan bentuk seperti ini karena terdapat beberapa kondisi yang harus dipenuhi dimana :

  1. Penanggung pajak, dalam hal ini wajib pajak memiliki rencana untuk meninggalkan Indonesia selama-lamanya ataupun memiliki niat seperti itu
  2. Penanggung pajak, dalam hal ini wajib pajak terbukti memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dengan tujuan untuk menghentikan/mengecilkan kegiatan perusahaan/pekerjaan yang telah dilakukan di Indonesia.
  3. Terdapat tanda-tanda yang dapat dibuktikan dengan petunjuk kuat bahwa wajib pajak akan melakukan kegiatan pembubaran badan usahanya/penggabungan/pemekaran usaha atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
  4. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
  5. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Dengan demikian untuk menunjang kegiatan penagihan ini, pelaksanaan yang dilakukan oleh jurusita mengacu kepada surat perintah yang diterbitkan oleh pejabat, yang di dalamnya memuat :

  1. Nama wajib pajak dan penanggung pajak
  2. Besarnya utang pajak
  3. Perintah untuk membayar
  4. Saat pelunasan pajak

Kesimpulan

Penagihan pajak merupakan salah satu bentuk pengawasan DJP terhadap kewajiban perpajakan yang harus dijalankan oleh wajib pajak. Dengan menggunakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, jurusita dapat dengan langsung melaksanakan penagihan langsung kepada wajib pajak tanpa harus memperhatikan tanggal jatuh tempo surat penagihan yang sebelumnya sudah diterima. Namun, dalam pelaksanaannya, jurusita tetap harus memperhatikan ketentuan-ketentuan.