Perlakuan Pajak untuk Dropshipper

Pajak Untuk DropshipperPesatnya teknologi saat ini membuat kita dapat dengan mudah melakukan aktivitas melalui digital, tidak terkecuali dalam hal berbelanja. Di era digital ini, kita cenderung untuk berbelanja online ketimbang berbelanja secara tatap muka, karena dengan berbelanja online akan memudahkan kita dalam mencari barang tanpa dibatasi tempat dan waktu. Hal ini dapat dilihat dengan peningkatan nilai transaksi e-commerce di Indonesia dari 2017 hingga 2020 yang mencapai Rp 266,3 triliun dan akan terus meningkat (Sumber : www.bi.go.id). Dalam hal ini, dropshipper menjadi kesempatan ekonomis yang dapat dimanfaatkan dari meningkatnya transaksi digital. Pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai bagaimana perlakuan pajak untuk dropshipper.

Dalam kegiatan belanja online, dropshipper merupakan perantara atau agen antara konsumen dengan produsen. Dropshipper tidak diharuskan membeli barang dari produsen terlebih dahulu, hanya memasarkannya saja ke platform yang ada, sehingga dropshipper berbeda dengan reseller yang harus memiliki stok barang. Selain itu, dropshipper tidak membutuhkan modal yang banyak karena hanya mempromosikan dan menjual barang milik produsen tanpa perlu memiliki stok.

Apabila dilihat dari sisi transaksi, dropshipper menerima pembayaran dari konsumen sebagai penghasilan dan menyerahkan barang atau jasa kepada konsumen, sehingga penghasilan yang diterima dropshipper merupakan objek Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan penyerahan barang atau jasa merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN). Karena dropshipper sudah memenuhi ketentuan subjektif dan objektif dalam perpajakan, maka dropshipper wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Berdasarkan perspektif dari sisi PPh, penghasilan yang diterima dapat dikategorikan sebagai komisi yang merupakan objek PPh sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh. Kemudian dilihat dari sisi PPN, jasa yang diberikan dropshipper merupakan objek pemungutan PPN sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN. Selanjutnya, apabila omzet yang didapatkan sudah melebihi Rp 4,8 miliar, maka dropshipper wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha kena Pajak (PKP) dan wajib melakukan pemungutan PPN saat terjadi transaksi. Dalam transaksi ini, dropshipper sebagai pihak yang memberikan jasa perantara bertugas dalam pihak yang memungut PPN.

Contoh perhitungan untuk dropshipper :

1. Apabila sudah melebihi Rp 4,8 miliar wajib memungut PPN

PT Maju merupakan dropshipper helm di wilayah Surabaya dan sudah dikukuhkan sebagai PKP, dimana PT Maju memiliki omzet lebih dari 4.8 miliar selama setahun. Pada 20 Januari 2019, PT Maju memesan 1.000 helm @Rp 75.000 kepada PT Abadi, maka perhitungannya adalah :

Pembelian 1.000 helm @75.00075.000.000
PPN7.500.000
Total yang dibayarkan82.500.000

Dalam transaksi pembelian ini, PT Maju membayar PPN sebesar Rp 7.500.000 atas pembelian 1.000 helm. Setelah itu PT Maju berhasil menjual 1.000 helm kepada pelanggan dengan harga satuan @Rp 100.000, maka perhitungannya adalah :

Penjualan 1.000 helm @100.000100.000.000
PPN10.000.000
Total yang diterima110.000.000

Dalam transaksi penjualan, PT Maju memungut PPN sebesar Rp 10.000.000 dari hasil penjualan helm. Selanjutnya, pada 31 Jan, PT Maju menghitung berapa PPN yang sudah dibayar dan dipungut dari setiap transaksi yang terjadi, yang nantinya akan dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari 2019.

PPN Keluaran Januari 201978.754.234
PPN Masukan Januari 201959.845.575
Total PPN Kurang Bayar18.908.659

Jadi PPN terutang yang harus dibayarkan oleh PT Maju untuk masa Januari 2019 adalah Rp 18.908.659. Dengan demikian PT Maju akan selalu dikenakan PPN atas transaksi yang dilakukan, baik itu pembelian ataupun penjualan.

2. Apabila sama atau masih dibawah Rp 4,8 miliar dikenakan PPh Final UMKM

Nina merupakan dropshipper kosmetik di wilayah Jakarta. Setiap bulannya Nina mampu menghasilkan omzet Rp 10.000.000, sehingga Nina akan dikenakan PPh Final UMKM sebesar 0.5% sebagaimana diatur dalam PP 23 Tahun 2018. Berikut ini perhitungan pajak atas omzet Nina.

Rp 10.000.000 x 0.5% = Rp 50.000

Jadi, PPh Final UMKM yang harus dibayarkan Nina untuk setiap bulannya adalah Rp 50.000.