Aturan Baru Dokumen Yang Dipersamakan Dengan Faktur Pajak

Dokumen Yang Dipersamakan

Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) resmi mengeluarkan aturan baru mengenai dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak (FP), dimana terdapat 9 tambahan dokumen yang membuat sampai saat ini total 25 dokumen yang masuk dalam kategori tersebut dan memperbarui kriteria beberapa jenis dokumen yang sudah ada. Adapun ketentuan ini tercantum sebagaimana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2021 Tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak dan ditetapkan pada tanggal 27 Juli 2021, sehingga dengan diterbitkannya aturan ini maka Peraturan Dirjen Pajak No.PER-13/PJ/2019 dicabut per tanggal 1 Agustus 2021.

Dokumen tertentu yang dimaksud adalah dokumen yang digunakan dalam perpajakan yang memiliki kedudukan sama dengan faktur pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 ayat (6) UU Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang PPN Barang Dan Jasa Dan PPnBM. Walaupun dokumen ini memiliki bentuk yang berbeda dengan faktur pajak pada umumnya, tetapi tetap bisa diakui sebagai faktur pajak dengan catatan dokumen tertentu tersebut harus memenuhi persyaratan formal dan material yang ditetapkan agar dapat diakui sebagai faktur pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (9) UU PPN.

Dalam PER-13/2019, terdapat 16 jenis dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak (FP), tetapi pada PER-16/2021 menjadi 25 jenis dokumen tertentu. Adapun 9 tambahan dokumen tertentu tercantum dalam Pasal 2 huruf c, p, r, s, t, v, w, x, dan y PER-16/2021, antara lain sebagai berikut :

  • Bukti penerimaan pembayaran (struk) yang dibuat oleh Penyelenggara Distribusi atas penjualan pulsa dan/atau penerimaan komisi/fee terkait dengan distribusi token dan/atau voucher.
  • Surat penetapan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak atas barang kiriman yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  • Bukti pungut PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mencantumkan nama dan NPWP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) pembeli, atau alamat posel (email) pembeli yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak, atau yang dilampiri dengan dokumen yang membuktikan bahwa akun pembeli pada sistem elektronik pemungut PPN PMSE memuat nama dan NPWP pembeli, atau alamat posel (email) pembeli yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
  • Dokumen pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang merupakan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
  • SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran BKP milik Subjek Pajak Luar Negeri dari Kawasan Berikat ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP.
  • Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus (PPKEK) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang dilampiri dengan SSP, SSPCP, dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa nama, alamat, dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PPKEK tersebut, untuk impor BKP ke Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
  • SSP atas pelunasan PPN terkait dengan penyerahan BKP dan/atau JKP oleh Pelaku Usaha di KEK kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang pada saat impor, pemanfaatan, atau perolehannya tidak dipungut PPN yang dilampiri dengan:
  • Pemberitahuan pabean untuk pengeluaran BKP;
  • Invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP; atau
  • Invoice atau kontrak, untuk penyerahan JKP dan/atau BKP Tidak Berwujud.
  • SSP atas pelunasan PPN terkait dengan pengeluaran barang yang bukan merupakan penyerahan BKP oleh Pelaku Usaha di KEK kepada pembeli dan/atau penerima jasa yang berkedudukan di Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang pada saat impor, pemanfaatan, atau perolehannya tidak dipungut PPN yang dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran BKP.
  • Surat ketetapan pajak untuk menagih Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang dilampiri dengan seluruh SSP atas pelunasan jumlah PPN yang masih harus dibayar berupa:
  • Bukti penerimaan negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik;
  • Bukti pemindahbukuan yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran pajak; dan/atau
  • Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) atau bukti penerimaan negara sebagai bukti kompensasi atas Utang Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

Selain itu, DJP juga memperbarui kriteria beberapa jenis dokumen yang sudah ada sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat perincian dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan FP dalam Pasal 2 PER-16/2021. Contoh perubahan pada aturan baru ini dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat u PER-16/2021, terdapat tambahan invoice atau kontrak, untuk penyerahan BKP yang dilakukan tanpa melalui mekanisme pengeluaran BKP sebagai lampiran atas SSP untuk pembayaran PPN atas pengeluaran dan/atau penyerahan BKP dan/atau JKP dari Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean.

Dengan diterbitkannya PER-16/2021, Neilmaldrin Noor selaku Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP DJP mengatakan dengan adanya penambahan dokumen tertentu ini akan memberikan dampak yang positif untuk pelayanan pajak dan akan memperkuat proses bisnis internal dalam Kementerian Keuangan. Selain itu, Neilmaldrin juga berharap bahwa nantinya penambahan ini dapat mengurangi potensi kesalahan administrasi wajib pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.