Ketentuan Baru Faktur Pajak untuk Insentif PPN DTP Rumah

Insentif PPN DTP Rumah

Dengan diperpanjangnya insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) Insentif PPN DTP Rumah hingga Desember 2021, Kementerian Keuangan menerbitkan aturan baru tentang Faktur Pajak (FP) yang nantinya harus dipenuhi oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas penyerahan rumah yang mendapatkan fasilitas pajak ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 103/PMK.010/2021 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Rumah Tapak Dan Unit Hunian Rumah Susun Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.

Dalam Pasal 8 PMK 103/2021, adapun Faktur Pajak yang harus dibuat antara lain memuat :

  1. Nama pembeli
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak atau Nomor Induk Kependudukan
  3. Informasi berupa kode identitas rumah pada pengisian kolom nama barang
  4. Keterangan “PPN DITANGGUNG PEMERINTAH EKSEKUSI PMK NOMOR … /PMK.010/2021”

Selain itu dalam Pasal 8 PMK 103/2021 juga disebutkan bahwa PKP diharuskan untuk membuat dua Faktur Pajak atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang mendapatkan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 50% (lima puluh persen) dari PPN yang terutang, yaitu :

  1. Faktur Pajak dengan kode transaksi “01” untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang tidak mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah;
  2. Faktur Pajak dengan kode transaksi “07” untuk bagian 50% (lima puluh persen) Harga Jual yang mendapatkan insentif PPN ditanggung Pemerintah.

Dalam hal ini, Faktur Pajak yang dilaporkan oleh PKP dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN merupakan laporan realisasi untuk PPN DTP. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah disebutkan diatas, maka PKP harus memenuhi ketentuan tersebut untuk dapat memenuhi syarat dalam penerapan fasilitas pajak ini. Apabila tidak, PPN DTP rumah tidak akan bisa digunakan dalam transaksi. Berikut ini ketentuan-ketentuan yang tidak mendapat fasilitas ini menurut Pasal 8 ayat (9) PMK 103/2021, yaitu :

  1. Dilakukan sebelum atau setelah periode pemberian insentif PPN ditanggung Pemerintah
  2. Dipindahtangankan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penyerahan
  3. Tidak menggunakan Faktur Pajak
  4. Tidak melaporkan laporan realisasi
  5. Tidak mendaftarkan berita acara serah terima

Namun, jika terdapat kesalahan dalam pelaporan SPT Masa PPN selama masa periode penerapan fasilitas pajak ini, PKP dalam melakukan pembetulan SPT Masa, dimana untuk SPT Masa PPN Pembetulan ini paling lambat dilaporkan 31 Januari 2022.